Melalui berbagai pertimbangan, berbagai sikap kepo yang
mendalam, melihat di beberapa akun orang tua tentang Salam, akhirnya aku
memutuskan oke mari kita coba untuk bergabung di Salam. Singkat cerita awal
mula aku bisa bergabung dengan Salam ada di tulisan part 1.
Satu minggu trial, aku bisa melihat sedikit banyak tentang
bagaimana cara mereka bermain sambil belajar. Untuk kelas TA(sama dengan TK)
fasilitator yang akan mengikuti alur keingin tahuan si anak, tidak akan ada
yang digiring untuk duduk kemudian membuka buku dan menulis. Anak ingin
menggambar, fasilitator mengikuti, anak ingin bermain di luar kelas fasilitator
mengikuti. Anak-anak belajar secara menyenangkan menurut apa yang ingin mereka
ketahui.
Masa trial berlalu, aku berdiskusi dengan anak-anak,
mengingat yang mau menjalani adalah mereka, kami sebagai orang tua hanya
mendukung dan mengarahkan keputusan mereka. Anak-anak setuju terutama Kayla,
karena yang butuh perhatian khusus sebetulnya adalah Kayla. Kami sepakat untuk
ikut bergabung di Salam, dengan kesepakatan aku akan selalu ada sampai dia dan
adiknya Kanaya sudah siap untuk bermain tanpa bundanya.
Waktu berjalan, ternyata banyak yang harus di lalui ya,
hehe..
Mereka baik-baik saja, justru perhatian yang luar biasa
datang dari lingkungan sekitar. Aku menyebut perhatian, karena menurutku itu
sangat luar biasa, hahaha… berbagai pertanyaan silih berganti datang sampai
hampir setiap hari mengulang jawaban yang sama untuk orang yang berbeda.
Sedikit gambaran, Salam adalah sekolah yang semi homeschooling
menurut pengamatanku, orang tua, anak, fasilitator saling bersinergi untuk
menciptakan anak-anak yang berkualitas. Salam hadir dari berbagai macam suku
dan agama, jadi tidak ada pembekalan agama secara khusus. Salam menggunakan
ijazah kesetaraan sebagai syarat untuk melanjutkan ke jenjang selanjutnya.
Sudah terbayang pertanyaan apa yang aku dapatkan? hehehe
Bahkan mungkin bukan hanya pertanyaan, tapi bersinggungan
karena beda jalan pemikiranpun ada.
Sering kali mendapat pertanyaan :
“anak-anak sekolah di sana tidak khawatir dengan pendidikan
agamanya?tidak ada pembekalan agama?
Aku selalu jawab panjang lebar, bahwa semenjak anak-anak
masih di dalam kandungan, pembekalan agama itu sudah kami berikan sebagai orang
tua. Belajar agama itu yang paling maksimal tumbuh dari keluarga. Anak-anak
akan melihat seperti apa orang tuanya beribadah, orang tua lah yang mempunyai
tanggung jawab mengenalkan Sang pemberi hidup kepada anak-anaknya. Tidak ada
sedikitpun ke khawatiran dalam hatiku, Alhamdulillah aku bersyukur, anak-anak
tahu kewajiban mereka terhadap Tuhan-nya. Anak-anak mampu berdampingan dan
saling menghormati.
Untuk aku dan suami,
itu bukan masalah besar yang harus dipikirkan. Kami Insya Allah yakin akan
tetap menjaga akidah kami dan mampu berdampingan dengan perbedaan. Justru
dengan kami menempatkan anak-anak dengan berbagai keragaman, mereka mampu
menumbuhkan sikap saling menghargai, dan sikap tanggung jawab. Kami orang tua
ataupun anak-anak, duduk dalam satu lantai berdoa dengan cara kami masing-masing.
Ada yang aneh kah? TIDAK. Semua berjalan
dengan khidmat dan baik … Agama itu urusan masing-masing orang dengan Sang
pencipta, indah bukan? Kalau dalam Islam ada Hablum Minallah dan Hablum
Minannas. Hubungan dengan Sang pencipta dan hubungan dengan sesama manusia.
Hubungan dengan Sang pencipta biar hanya hati kita masing-masing yang
tahu, dan hubungan dengan sesama manusia
tetap berjalan berdampingan dengan damai.
Nahhh… jadi sepanjang itu jawaban untuk satu pertanyaan,
hehe. Disamping pendidikan agama, kita juga harus mendukungnya dengan
pendidikan moral untuk anak-anak. Agar anak-anak mampu mempunyai sikap yang
santun, terpuji dan tidak merugikan orang lain dan lingkungan sekitar, agar
anak-anak mampu mengambil sikap dengan rasa tanggung jawab.
Pertanyaan yang selanjutnya paling sering ditanyakan adalah…
“anak-anak ngga pake seragam?” “apa anak-anak bias bersaing
dengan dunia luar kalau belajarnya seperti itu?”
Oke! Jawabannya akan panjang lagi… hihihi
Anak-anak di Salam memang belajar tanpa seragam, dan entah
kenapa anak-anak justru merasa nyaman dengan hal ini, khususnya anak-anakku,
mereka bisa memakai apa saja yang mereka mau, pakai celana pendek, kaos, apapun
lahhh. Bawa ganti baju kalau perlu, karena anak-anak suka nyemplung di sungai,
main di sawah, yaa mereka bebas berkotor-kotoran.
Kita beralih ke system belajar, Salam menerapkan ijazah
standar kesetaraan, hal ini yang banyak menjadi pertanyaan banyak orang di
sekitarku, “hanya ijazah paket?”, “nanti bisa kuliah?, bisa kerja?”. Ooohhh mungkin
yang nanya mainnya kurang jauh pikirku, hehehe… Ijazah kesetaraan sekarang
sudah jauh diterima dalam masyarakat. Sudah bisa bersaing dengan dunia luar.
Untukku pribadi, ijazah itu bukan hal yang menakutkan, bukan
hal yang harus dipikirkan terlalu dalam. Yang jadi pemikiran utamaku dan suami adalah bagaimana anak-anak mampu
tumbuh secara mandiri, mandiri secara sikap dan mental, bisa berguna untuk
orang lain dan lingkungan sekitar, mampu belajar dengan cara yang benar-benar
mereka pahami, meskipun mereka akan memilih jalur non formal. Berpikir bagaimana
mereka mempunya sikap yang santun dalam kehidupan, yaaa ijazah itu nomer sekian
untukku.
Beberapa bulan anak-anak di Salam, fokus pada Kayla karena
sebetulnya yang punya sedikit trauma adalah Kayla, dia sudah mampu mengelola
emosinya, mampu menemukan cara belajar yang menyenangkan menurut dia. Aku tidak
pernah menyuruh dia untuk menulis, belajar angka, belajar huruf, jika dia
membuka buku, itu atas kemauan dia, aku hanya mengamati, mengikuti alurnya dia
mau ngapain. Yaaa… itu tujuan kami sebagai orang tua, memberikan ruang
seluas-luasnya untuk anak bereksplorasi, memberikan ruang yang paling nyaman
untuk anak-anak berkembang….
Bersambung….
Video tentang Salam:
1. Sanggar Anak Alam
2. Sanggar Anak Alam- Lentera Indonesia
3. Sanggar Anak Alam
4. Sanggar Anak Alam- Group 4
5. Live in Sanggar Anak Alam
6. Simulasi Gempa Sanggar Anak Alam
Video tentang Salam:
1. Sanggar Anak Alam
2. Sanggar Anak Alam- Lentera Indonesia
3. Sanggar Anak Alam
4. Sanggar Anak Alam- Group 4
5. Live in Sanggar Anak Alam
6. Simulasi Gempa Sanggar Anak Alam