Minggu, 12 Juni 2016

Pesona si Kunir

Halo everyone…


Tulisan kali ini akan membahas perjalanan singkat ke Dataran tinggi Dieng. Di Dieng ada tempat yang terkenal untuk melihat si Golden Sunrise, yang katanya adalah Sunrise terbaik di Dunia.


Oke, aku berangkat dari Jogja bersama pasukan lengkap yaitu suami dan anak-anak. Perjalanan dari Jogja menuju Dieng memakan waktu sekitar 3-4 jam kalau ngga pakai acara nyasar :p. oohhh pemandangannya benar-benar memanjakan mata, hamparan sawah yang menghijau, bukit dengan warna yang menyejukkan mata, benar-benar tempat yang cocok untuk menghilangkan penat. Aku sampai di Dieng sekitar pukul 17.15 saat udara Dieng mulai berubah semakin dingin, hehe. Karena tujuan utama adalah bukit Si Kunir, maka sore itu, aku langsung menuju ke desa Sembungan, tempat dimana penanjakan dimulai. Oh iya FYI Desa Sembungan ini merupakan Desa tertinggi di Pulau Jawa lho, Desa Sembungan berada di ketinggian 2.306 mdpl, woowww!


Desa Sembungan



Sampai di Desa Sembungan, Kami sudah di sambut oleh penjaga pos 🤗, namanya Mas Romadhon, halooo Mas Romadhon. Kemudian Mas Romadhon menawarkan untuk mencarikan Homestay, atau kami mau cari sendiri. Oke karena hari sudah mulai larut, aku putuskan untuk ikut dengan Mas Romadhon saja. Oh iya, Orang sana baik-baik dan ramah lho… Harga homestay juga tergolong murah.  Btw di sana sinyal yang bagus cuma provider dari Telkomsel 🤦.



bisa buat rame-rame, hihi


Oke sampai di Homestay di sambut dengan pemilik homestay, beberapa cup manisan carica dan minuman hangat. Untuk urusan makan, kita bisa nego dengan pemilik homestay, atau mau keluar cari sendiri. Kalau aku kemarin minta tolong sekalian sama mas Romadhon untuk urusan makan, terima beres tinggal istirahat menyiapkan fisik untuk naik bukit.




Sekitar pukul 03.00 dini hari aku udah bangun, menyiapkan bekal untuk anak-anak, dan membangunkan para pasukan. Jam 03.30 kami sudah siap menuju ke bukit Si Kunir. Udaranya lumayan dingin, sekitar 10 derajat celcius, jadi siapkan jaket dan perlengkapan lainnya ya. Untuk mendaki jangan lupa membawa senter ya, agar perjalanan mendaki lancaarrr, karena kita berjalan di pinggiran jurang, maka keselamatan harus di utamakan. Istirahat jika dirasa tubuh sudah lelah mendaki, minum secukupnya.

Buat yang mendaki bersama anak, pastikan kondisi anak dalam keadaan baik ya, medan pendakiannya ngga susah sih sebenernya, tapi yaa lumayan capek juga sih, hehe. Banyak juga yang bawa anak ke atas, kalau capek di sana ada porter yang siap bantuin buat gendong anak kita,hihihi.

Oh iya, kalau weekend, menurutku Si Kunir ini berubah jadi lautan manusia deh, naiknya harus berdesakan, harus nunggu, ahhh kalau bisa pas weekday aja deh datangnya. Menurut penuturan warga sekitar, kalau weekend apalagi long weekend, akses buat naik bukit lumayan susah karena berdesakan. Kebetulan waktu itu akau datangnya pas weekday jadi cenderung sepi.

Setelah sekitar 40 menit berlalu, kami sudah sampai di atas, ada mushola di zona 1, jadi sholat subuh dulu, kemudian lanjut lagi. Sampai di atas sekitar pukul 05.00, matahari baru mengeluarkan sinar berwarna jingga.wowww… benar-benar amazing!

Menunggu beberapa saat sambil menikmati sejuknya udara gunung, menikmati keheningan, menikmati sentuhan angin yang begitu lembut. Saat mentari mulai bersinar, dan kehangatannya mulai menyentuh pori-pori kulit… wow, sungguh luar biasa ciptaan Tuhan.








Yah.. walau hari ini kurang beruntung karena cuaca yang sedikit berkabut, sehingga si golden sunrise tampak malu-malu di balik awan. Oke! Ada alas an kembali saat cuaca bagus suatu hari nanti, hehe.

Sudah puas menikmati sunrise, sekitar pukul 07.00 kita mulai beranjak dari atas bukit untuk turun ke bawah. Ooohhhh sungguh amazing pemandangannya, hamparan pepohonan yang siap memberi kesejukan setiap makhluk yang lewat di bawahnya. Saat di bawah, kalian akan di sambut camilan hangat yang yummyyy sekali, pertama kali lihat aku kira itu cilok, xixixi ternyata itu kentang yang diolah menggunakan saus gula merah dengan sedikit sensasi pedas… yummmmmyyyy… cukup terjangkau atau bahkan muraaah, sau cup cukup bayar 5000 rupiah saja…








Ahhh… menikmati udara sejuk sambil ngemil kentang dulu, mengembalikan energi yang habis sebagian. Buat yang mau wisata ke Dieng, bila kondisi memungkinkan, wajib datang ke si Kunir nih… nikmati golden sunrise yang konon katanya merupakan yang terindah di dunia.

okay... perjalanan Dieng belum berakhir, nantikan cerita perjalanan lainnya ya teman-teman... 😘 

Senin, 02 Mei 2016

SEKOLAH KEHIDUPAN part 2


Melalui berbagai pertimbangan, berbagai sikap kepo yang mendalam, melihat di beberapa akun orang tua tentang Salam, akhirnya aku memutuskan oke mari kita coba untuk bergabung di Salam. Singkat cerita awal mula aku bisa bergabung dengan Salam ada di tulisan part 1.



  Satu minggu trial, aku bisa melihat sedikit banyak tentang bagaimana cara mereka bermain sambil belajar. Untuk kelas TA(sama dengan TK) fasilitator yang akan mengikuti alur keingin tahuan si anak, tidak akan ada yang digiring untuk duduk kemudian membuka buku dan menulis. Anak ingin menggambar, fasilitator mengikuti, anak ingin bermain di luar kelas fasilitator mengikuti. Anak-anak belajar secara menyenangkan menurut apa yang ingin mereka ketahui.


  Masa trial berlalu, aku berdiskusi dengan anak-anak, mengingat yang mau menjalani adalah mereka, kami sebagai orang tua hanya mendukung dan mengarahkan keputusan mereka. Anak-anak setuju terutama Kayla, karena yang butuh perhatian khusus sebetulnya adalah Kayla. Kami sepakat untuk ikut bergabung di Salam, dengan kesepakatan aku akan selalu ada sampai dia dan adiknya Kanaya sudah siap untuk bermain tanpa bundanya.


Waktu berjalan, ternyata banyak yang harus di lalui ya, hehe..


  Mereka baik-baik saja, justru perhatian yang luar biasa datang dari lingkungan sekitar. Aku menyebut perhatian, karena menurutku itu sangat luar biasa, hahaha… berbagai pertanyaan silih berganti datang sampai hampir setiap hari mengulang jawaban yang sama untuk orang yang berbeda.

Sedikit gambaran, Salam adalah sekolah yang semi homeschooling menurut pengamatanku, orang tua, anak, fasilitator saling bersinergi untuk menciptakan anak-anak yang berkualitas. Salam hadir dari berbagai macam suku dan agama, jadi tidak ada pembekalan agama secara khusus. Salam menggunakan ijazah kesetaraan sebagai syarat untuk melanjutkan ke jenjang selanjutnya. Sudah terbayang pertanyaan apa yang aku dapatkan? hehehe

Bahkan mungkin bukan hanya pertanyaan, tapi bersinggungan karena beda jalan pemikiranpun ada. 

Sering kali mendapat pertanyaan :


“anak-anak sekolah di sana tidak khawatir dengan pendidikan agamanya?tidak ada pembekalan agama?


  Aku selalu jawab panjang lebar, bahwa semenjak anak-anak masih di dalam kandungan, pembekalan agama itu sudah kami berikan sebagai orang tua. Belajar agama itu yang paling maksimal tumbuh dari keluarga. Anak-anak akan melihat seperti apa orang tuanya beribadah, orang tua lah yang mempunyai tanggung jawab mengenalkan Sang pemberi hidup kepada anak-anaknya. Tidak ada sedikitpun ke khawatiran dalam hatiku, Alhamdulillah aku bersyukur, anak-anak tahu kewajiban mereka terhadap Tuhan-nya. Anak-anak mampu berdampingan dan saling menghormati.


  Untuk aku dan  suami, itu bukan masalah besar yang harus dipikirkan. Kami Insya Allah yakin akan tetap menjaga akidah kami dan mampu berdampingan dengan perbedaan. Justru dengan kami menempatkan anak-anak dengan berbagai keragaman, mereka mampu menumbuhkan sikap saling menghargai, dan sikap tanggung jawab. Kami orang tua ataupun anak-anak, duduk dalam satu lantai berdoa dengan cara kami masing-masing. Ada yang  aneh kah? TIDAK. Semua berjalan dengan khidmat dan baik … Agama itu urusan masing-masing orang dengan Sang pencipta, indah bukan? Kalau dalam Islam ada Hablum Minallah dan Hablum Minannas. Hubungan dengan Sang pencipta dan hubungan dengan sesama manusia. Hubungan dengan Sang pencipta biar hanya hati kita masing-masing yang tahu,  dan hubungan dengan sesama manusia tetap berjalan berdampingan dengan damai.

Nahhh… jadi sepanjang itu jawaban untuk satu pertanyaan, hehe. Disamping pendidikan agama, kita juga harus mendukungnya dengan pendidikan moral untuk anak-anak. Agar anak-anak mampu mempunyai sikap yang santun, terpuji dan tidak merugikan orang lain dan lingkungan sekitar, agar anak-anak mampu mengambil sikap dengan rasa tanggung jawab.




Pertanyaan yang selanjutnya paling sering ditanyakan adalah…


“anak-anak ngga pake seragam?” “apa anak-anak bias bersaing dengan dunia luar kalau belajarnya seperti itu?”


  Oke! Jawabannya akan panjang lagi… hihihi

Anak-anak di Salam memang belajar tanpa seragam, dan entah kenapa anak-anak justru merasa nyaman dengan hal ini, khususnya anak-anakku, mereka bisa memakai apa saja yang mereka mau, pakai celana pendek, kaos, apapun lahhh. Bawa ganti baju kalau perlu, karena anak-anak suka nyemplung di sungai, main di sawah, yaa mereka bebas berkotor-kotoran.

Kita beralih ke system belajar, Salam menerapkan ijazah standar kesetaraan, hal ini yang banyak menjadi pertanyaan banyak orang di sekitarku, “hanya ijazah paket?”, “nanti bisa kuliah?, bisa kerja?”. Ooohhh mungkin yang nanya mainnya kurang jauh pikirku, hehehe… Ijazah kesetaraan sekarang sudah jauh diterima dalam masyarakat. Sudah bisa bersaing dengan dunia luar.



  Untukku pribadi, ijazah itu bukan hal yang menakutkan, bukan hal yang harus dipikirkan terlalu dalam. Yang jadi pemikiran utamaku  dan suami adalah bagaimana anak-anak mampu tumbuh secara mandiri, mandiri secara sikap dan mental, bisa berguna untuk orang lain dan lingkungan sekitar, mampu belajar dengan cara yang benar-benar mereka pahami, meskipun mereka akan memilih jalur non formal. Berpikir bagaimana mereka mempunya sikap yang santun dalam kehidupan, yaaa ijazah itu nomer sekian untukku.


  Beberapa bulan anak-anak di Salam, fokus pada Kayla karena sebetulnya yang punya sedikit trauma adalah Kayla, dia sudah mampu mengelola emosinya, mampu menemukan cara belajar yang menyenangkan menurut dia. Aku tidak pernah menyuruh dia untuk menulis, belajar angka, belajar huruf, jika dia membuka buku, itu atas kemauan dia, aku hanya mengamati, mengikuti alurnya dia mau ngapain. Yaaa… itu tujuan kami sebagai orang tua, memberikan ruang seluas-luasnya untuk anak bereksplorasi, memberikan ruang yang paling nyaman untuk anak-anak berkembang….





Rabu, 27 April 2016

SEKOLAH KEHIDUPAN part 1



  Satu bulan yang laluTepatnya bulan maret 2016, anak-anak mulai menambah kegiatan bermainnya disebuah sekolah yang disebut Sanggar Anak Alam Yogyakarta.

 
Aku menemukan sekolah itu, saat diujung kegalauan hatiku, kegelisahan yang sangat mendalam(lebay…). Kenapa? Oke… Sedikit cerita bahwa ada sedikit tindakan yang mungkin terlalu terburu-buru saat aku mengambil keputusan untuk memasukkan Kayla anak pertamaku ke gedung yang bernama Sekolah. 

Di sekolah yang lama, kebijakan untuk menemani anak di sekolah adalah sampai 2 minggu setelah proses belajar dimulai, setelah itu kita harus tega ataupun tidak untuk meninggalkan dia di sekolah, menangis ataupun tertawa. Dalam hati kecil, rasa sakit melihat dia menangis, dan rasa akan kehilangan kepercayaan itu ada. Sebelumnya, aku dan suami tidak pernah terpikir untuk memasukkan anak-anak ke sekolah TK karena planning ke depan anak-anak akan mengikuti cyber homeschooling. Tapi entah mengapa, hatiku luluh saat mendengar sekolah, pikirku saat itu, biarlah anak-anak bermain dulu di TK, nanti saat usia SD kita lanjut cyber homeschooling.


 
  Dear parents, kita tahu, masing-masing anak itu unik, masing-masing anak itu berbeda. Ada yang menyukai dunia sekolah yang formal, ada pula yang tidak. dan ternyata anak-anakku menyukai dunia yang non formal. Setelah melalui beberapa bulan pengamatan, hati nurani saya mulai berontak, “oke, Aku harus segera bergerak”. Karena apa? Karena Kayla menunjukkan beberapa perubahan sikapnya. Kami bicara dari hati ke hati, ku tanya “kakak, ada apa?” “kakak, bias ceritakan ke bunda yang kakak rasakan”. Saat itu, kami(aku & suami) mengajak Kayla keluar kota, mencari suasana yang nyaman untuk saling berbagi rasa dengan anak-anak. Dari situ Kayla bisa sedikit demi sedikit bercerita tentang rasa tidak nyamannya di Sekolah, dia harus masuk, duduk di kelas, menulis saat naluri anak-anaknya ingin bermain. Kalau dia bermain di luar sendiri, itu akan terlihat aneh, karena semuanya duduk dan belajar di dalam kelas. 

 
   Oke anggap saja mulai dari sini, aku harus mengambil tindakan, cabut berkas, dan Kayla off sekolah. Sampai akhirnya, kebiasaan kepo di dunia maya itu tertuju pada sebuah blog Sanggar Anak Alam (sekarang webnya pindah disini). Aku pelajari, cari info sebanyak-banyaknya, sampai aku add akun orang tua yang anaknya begabung di Sanggar Anak Alam(salam), aku gali info sebanyak-banyaknya, mencari yang satu visi misi, jangan sampai salah melangkah lagi. 

 Daaannn… tepat bulan maret 2016, aku datangi Salam, melihat bagaimana mereka belajar. Bertemulah aku dan suami dengan bu Wiwin, ku ceritakan segala hal yang mengganjal di hati, dan aku pastikan, “bolehkah saya menemani anak-anak sampai mereka mau lepas secara natural?”, dan bu Wiwin menjawab kegalauan-ku saat itu, justru anak-anak tidak boleh ditinggal tanpa kesepakatan antara orang tua dan anak. Dari situ, oke… Kita trial dulu satu minggu. Bagaimana perkembangan anak-anak? Apa yang aku dapatkan? Tunggu cerita selanjutnya ya teman-teman….

Video tentang Salam:
1. Sanggar Anak Alam
2. Sanggar Anak Alam- Lentera Indonesia
3. Sanggar Anak Alam
4. Sanggar Anak Alam- Group 4
5. Live in Sanggar Anak Alam
6. Simulasi Gempa Sanggar Anak Alam